Whatsapp

Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer support kami

Lutvi
● online
Lutvi
● online
Halo, perkenalkan saya Lutvi
baru saja
Ada yang bisa saya bantu?
baru saja
Kontak Kami
Member Area
Beranda » Blog » Mengenal Thibbun Nabawi, Metode Pengobatan Yang Mulai Dilupakan (2)

Mengenal Thibbun Nabawi, Metode Pengobatan Yang Mulai Dilupakan (2)

Diposting pada 19 August 2022 oleh Sentra Admin / Dilihat: 1.296 kali

Sudah menjadi sebuah tuntunan dalam Islam, baik dalam hal yang berkaitan dengan syariat maupun dalam urusan yang sifatnya duniawi islam mengajarkan untuk mengilmui apa yang hendak diperbuat sebelum mengamalkannya, seseorang yang melakukan sesuatu urusan yang didasari ilmu akan berbeda dengan orang bertindak tanpa ilmu. begitu juga dalam hal pengobatan seorang thabib dituntut untuk berilmu sebelum mengobati pasiennya agar tidak termasuk dalam hadits Rasulullah yang telah disebutkan sebelumnya,

“Barangsiapa berpura-pura jadi thabib (dokter) sedangkan ia tidak tahu mengenal pengobatan, maka dia harus bertanggung jawab (jika terjadi mal praktik).” (HR. Ibnu Majah no.3457[7] dan Abu Daud no.3971,

Jika dikembalikan pada konsep thibbun nabawi, maka setiap pengobatan dengan metode ini hendaknya selalu berdasar diatas nash baik apa yang ada dalam Al Quran dan Sunnah Rasulnya yang telah dijelaskan dan diturunkan oleh para ulama dan thabib terdahulu, Terdapat nash mengenai pengobatan dalam Al-Quran dan hadits yang menunjukkan bahan-bahan atau dzat yang disebutkan bisa menjadi obat dan menjadi sebab kesembuhan dengan izin Allah. Ulama menyebutkannya sebagai thibbun nabawi yaitu metode pengobatan ala Rasulullah shallallahu ‘alai wa sallam. Misalnya disebutkan dalam Al-Quran bahwa madu adalah penyembuh.

Allah berfirman,

وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ ثُمَّ كُلِي مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا ۚ يَخْرُجُ مِن بُطُونِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِّلنَّاسِ ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan Rabbmu mewahyukan kepada lebah,’buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia’. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan.” (An-Nahl :68,69).

Demikian juga hadits Nabi shallallahu ’alaihi sallam yang menyebutkan bahwa habbatus sauda’ adalah obat berbagai macam penyakit kecuali kematian atau penyakit karena usia tua.

إِنَّ هَذِهِ الحَبَّةَ السَّوْدَاءَ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ، إِلَّا مِنَ السَّام

”Sesungguhnya pada habbatussauda’ terdapat obat untuk segala macam penyakit, kecuali kematian”. (HR. Bukhari & Muslim)

Perlu diperhatikan bahwa apa yang disebut dalam Al-Quran dan hadits ini adalah baru bahannya saja. Untuk menjadi obat, perlu dosis yang jelas. Berapa takarannya, berapa kali diminum, berapa dosis untuk usia sekian, berapa dosis untuk usia tua dan berapa dosis apabila penyakit itu berat dan lain-lainnya.

Terdapat hadits yang menunjukkan hal ini, yaitu hadits seseorang yang terkeda diare/penyakit perut, kemudian orang tersebut diperintahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar meminum madu, lalu ia meminum madu dan ternyata tidak sembuh, kemudian ia kembali kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau memerintahkan untuk meminum kembali madu tersebut. Hal ini terjadi beberapa kali dan akhirnya ia sembuh dari diare/penyakit perut.

Perhatikan hadits berikut,

أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: أَخِي يَشْتَكِي بَطْنَهُ. فَقَالَ: اِسْقِهِ عَسَلاً. ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَة فَقَالَ: اسْقِهِ عَسَلاً. ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَة فَقَالَ: اسْقِهِ عَسَلاً. ثُمَّ أَتَاهُ فَقَالَ: فَعَلْتُ. فَقَالَ: صَدَقَ اللهُ وَكَذَبَ بَطْنُ أَخِيْكَ، اسْقِهِ عَسْلاً. فَسَقَاهُ فَبَرَأَ

“Ada seseorang menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata: ‘Saudaraku mengeluhkan sakit pada perutnya (dalam riwayat lainnya: sakit diare).’

Nabi berkata: ‘Minumkan ia madu.’

Kemudian orang itu datang untuk kedua kalinya,

Nabi berkata: ‘Minumkan ia madu.’

Orang itu datang lagi pada kali yang ketiga,

Nabi tetap berkata: ‘Minumkan ia madu.’ Setelah itu, orang itu datang lagi dan menyatakan: ‘Aku telah melakukannya (namun belum sembuh juga malah bertambah mencret).’

Nabi bersabda: ‘Allah Maha Benar dan perut saudaramu itu dusta. Minumkan lagi madu.’

Orang itu meminumkannya lagi, maka saudaranya pun sembuh.”(HR. Bukhari & Muslim)

Hadits ini dijelaskan oleh seorang Dokter dan ulama besar Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah. Beliau menekankan perlunya dosis dan sesuai dengan penyakitnya (indikasi). Beliau berkata,

وفي تكرار سقيه للعسل معنىً طبي بديع وهو: أن الدواء يجب أن يكون له مقدار وكمية بحسب حال الداء

“Memberikan minum madu dengan berulang kali menunjukkan mengenai ilmu kedokteran yaitu obat harus sesuai dosis dan jumlahnya sesuai dengan keadaan penyakitnya.” (Thibbun Nabawi hal 29, Darul Hilal)

Demikian juga penjelasan dari Ibnu hajar Al-Asqalani rahimahullahu, beliau menjelaskan dengan lebih rinci bahwa obat sesuai dosisnya dengan umur, kebiasaan, kombinasinya dengan apa saja dan lain-lainnya. Beliau berkata:

فقد اتفق الأطباء على أن المرض الواحد يختلف علاجه باختلاف السن والعادة والزمان والغذاء المألوف والتدبير وقوة الطبيعة…لأن الدواء يجب أن يكون له مقدار وكمية بحسب الداء إن قصر عنه لم يدفعه بالكلية وإن جاوزه أو هي القوة وأحدث ضررا آخر

“Seluruh tabib telah sepakat bahwa pengobatan suatu penyakit berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan umur, kebiasaan, waktu, jenis makanan yang biasa dikonsumsi, kedisiplinan dan daya tahan fisik…karena obat harus sesuai kadar dan jumlahnya dengan penyakit, jika dosisnya berkurang maka tidak bisa menyembuhkan dengan total dan jika dosisnya berlebih dapat menimbulkan bahaya yang lain.” (Fathul Baari 10/169-170, Darul Ma’rifah)

Apabila seseorang minum madu dan habbatus sauda’ tanpa dosis dan indikasi yang jelas, maka ini bukanlah konsep thibbun nabawi.

Thibbun Nabawi merupakan suatu metode pengobatan yang kompleks dan ilmiah jka dikaitkan dengan konsep modern maka Prinsip Thibbun Nabawi diaplikasikan pada konsep Pharmaceutical Care, dimana setelah dokter telah menegakkkan diagnosa, maka peran tenaga kefarmasian yang menindaklanjuti proses terapi yang berkaitan dengan obat yang digunakan dalam kelakukan terhadap terapi penyakit. Dimana pemilihan obat disesuaikan dengan kondisi personal pasien secara spesifik, sehingga pemberian terapi dapat berbeda pada setiap pasien

Sebagian artikel dikutip dari:
© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/41709-pentingnya-dosis-dan-indikasi-pada-thibbun-nabawi.html

Mengenal Thibbun Nabawi, Metode Pengobatan Yang Mulai Dilupakan (2)

Saat ini belum tersedia komentar.

Silahkan tulis komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan kami publikasikan. Kolom bertanda bintang (*) wajib diisi.

*

*

Mengenal Thibbun Nabawi, Metode Pengobatan Yang Mulai Dilupakan (2)